Senin, 29 November 2010

Fotografi Dokumenter

          Pada mulanya fotografi hanya digunakan sebagai dokumentasi pribadi, namun pada akhir abad 19 di Amerika, muncul sebuah kesadaran untuk menjadikan fotografi sebagai dokumentasi sosial. Kesadaran akan fotografi sebagai dokumentasi sosial inilah  yang menjadi awal mula tradisi fotografi dokumenter.
         Tradisi ini dipelopori oleh Jacob Riis dan Lewis Hine yang merupakan para perintis jurnalistik investiigasi. Riis yang pertama kali memperlihatkan fotografi dapat menjadi dokumentasi sosial. Kemudian langkah Riis diikuti oleh Hine, seorang sosiolog dan seorang guru yang memiliki kesadaran sosial tinggi. Ia pergi kepabrik-pabrik, juga ke berbagai macam pertambangan untuk menunjukkan hal-hal yang tidak manusiawi yang terjadi pada pekerja anak-anak maupun pekerja-pekerja imigran, lalu ia mendokumentasikannya dalam bentuk foto.
         Dalam buku “Photography : A cultural History”, Marry Warner mengungkapkan definisi dokumenter secara umum, yaitu segala sesuatu representasi non-fiksi di buku atau media visual. Menurut majalah Life, fotografi dokumenter adalah visualisasi dunia nyata yang dilakukan oleh seorang fotografer yang ditujukan untuk mengkomunikasikan sesuatu yang penting, untuk memberi pendapat atau komentar, yang tentunya dimengerti oleh khalayak.
       Ada dua hal yang perlu digaris bawahi dalam pengertian fotografi dokumenter tersebut, yang pertama adalah  adalah mengkomunikasikan sesuatu yang penting untuk memberi pendapat atau komentar, sesuatu yang penting disini bersifat subjektif. Bisa jadi sang fotografer menganggap apa yang ia angkat adalah sesuatu yang penting, namun khalayak tidak berpendapat seperti itu. Untuk itulah fotografi dokumenter juga bisa bersifat privat.  Sifat privat ini merupakan perkembangan konsep baru dalam fotografi dokumenter. Pelopornya adalah Robert Frank, karyanya dalam buku “The Americans” (1958), memuat  83 foto yang bercerita tentang kehidupan penduduk amerika kala itu. Setelah terbitnya The Americans, fotografi dokumenter memasuki perubahan ke arah kontemporer dengan banyaknya fotografer menarik diri dari kehidupan publik ke arah kehidupan privat, tentang pengakuan dan problem-problem dalam diri manusia.
          Kemudian hal selanjutnya yang perlu digaris bawahi  adalah dimengerti oleh khalayak,  untuk membuat sebuah foto dokumenter yang bagus tentunya tidak sekedar snapshot atau asal jepret, melainkan sebuah representasi visual dari keadaan yang menyentuh secara psikologi yang melibatkan emosi sebagai pengalaman personal. Untuk itu emosi sang fotografer menjadi penting, sehingga fotografer tidak hanya sekedar menghadirkan permasalahan dan realitas sosial.
          Pada intinya fotografi dokumenter mengajarkan kita untuk melihat sesuatu lebih dalam, tidak hanya melihat sebuah realitas dari permukaannnya saja, dan hal ini akan melatih kita untuk memiliki kepekaan terhadap suatu realitas sosial yang terjadi disekitar kita. Realitas yang kita tangkap tersebut kemudian kita rekam dalam bentuk foto dengan berbingkai pendapat kita sebagai seorang fotografer. Jika ingin menjadi seorang fotojurnalis yang baik, maka tidak ada salahnya jika kita mengasah kepekaan kita dengan membuat foto dokumenter.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar